Harga minyak stabil dalam perdagangan Asia pada hari Rabu, dengan para pedagang memperhatikan perkembangan ketegangan Rusia-Ukraina, meskipun tanda-tanda penambahan stok minyak AS memberi tekanan pada harga.
Harga minyak mencatatkan sedikit kenaikan minggu ini akibat prospek gangguan pasokan dari eskalasi perang Rusia-Ukraina, terutama setelah Moskow meningkatkan ancaman pembalasan nuklir terhadap serangan Ukraina.
Sementara itu, gangguan produksi di lapangan Sverdrup Norwegia juga memberikan sedikit dukungan, meskipun produksi sudah kembali normal pada hari Selasa.
Futures minyak Brent untuk bulan Januari stabil di $73,31 per barel, sementara futures minyak West Texas Intermediate (WTI) stabil di $69,22 per barel pada pukul 20:34 ET (01:34 GMT).
Ketegangan Rusia-Ukraina Jadi Fokus
Pasar minyak mengawasi potensi gangguan pasokan yang bisa terjadi akibat eskalasi konflik Rusia-Ukraina, setelah laporan yang menyebutkan AS mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh.
Sebagai respons, Moskow menurunkan ambang batas untuk membalas dengan nuklir, yang membuat pasar khawatir akan memburuknya konflik tersebut.
Ukraina juga terus menargetkan infrastruktur minyak Rusia, meskipun sejauh ini hal ini belum menimbulkan gangguan besar pada pasokan.
Namun, kekhawatiran tentang konflik yang semakin memburuk sedikit mereda setelah Menteri Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa negara tersebut akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari perang nuklir.
Stok Minyak AS Meningkat Signifikan
Pasar minyak juga terganggu oleh data industri yang menunjukkan stok minyak AS meningkat jauh lebih banyak dari yang diperkirakan pada minggu yang berakhir 15 November.
Data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa stok minyak AS meningkat sebanyak 4,75 juta barel, jauh lebih besar dari ekspektasi yang hanya 0,8 juta barel.
Biasanya, data ini akan diikuti dengan tren yang sama pada data resmi yang akan dirilis pada hari Rabu.
Stok minyak AS telah meningkat lebih dari yang diperkirakan dalam dua minggu terakhir, yang membuat para pedagang khawatir dengan peningkatan pasokan di negara penghasil minyak terbesar di dunia.
Tren ini juga meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya kelebihan pasokan minyak pada 2025, terutama karena permintaan dari importir minyak utama mulai melemah.